Telusuri Semua Hal

Minggu, 01 Juli 2012

Chard Lupa Mengayuh Sepeda

Hari ini sangat panas dan melelahkan bagiku, namun di hari Jumat pada tanggal 29 Juni 2012 ini aku menemukan sosoknya lagi. Dia, wanita yang selalu menjadi fokus karya metaforaku. Dia, yang sempat aku cari-cari sebelumnya di dalam gudang cintaku. Dia, yang mungkin aku khayalkan. Dia wanita baik bagiku, dan semua orang tentu berkata hal yang sama. Namun aku hanyalah seorang penggemar yang belum mahir dan belum tahu, bagaimana caranya membuat hati idola tetap terhibur? Aku masih bodoh dalam hal itu, sebab pengalaman belum sempat mengajariku. Aku bertahan dengan kekolotanku dan berharap sesuatu yang tak pasti. Aku tak menemukan keindahan dari sebuah asmara sebab keindahan wanita ini mampu melupakan asmaraku. Kesederhanaannya membuatku berpikir berkali-kali untuk mendekatinya, sebab aku tak boleh serakah dalam tindakan. Aku harus menahan diri demi sesuatu yang tak jelas arahnya.

Ketika aku pulang dari atap akademisku, aku bertemu dia/ wanita di sebuah persimpangan jalan. Mengapa aku harus bertemu dia lagi, padahal aku selalu berjuang agar aku terhindar dari dirinya. Aku hanya mau bertemu dirinya diantara syairku, aku hanya ingin bercerita bersama dirinya di dalam mimpi indahku, aku selalu menunggu dirinya di dalam semua sketsa lelapku, ya memang aku sejujurnya hanya ingin seperti demikian. Aku tak berpikir lebih dari dirinya, sebab itu salah bagi lelaki seperti aku ini. Aku harus berkaca pada cermin setiap detik agar aku mengerti kekuranganku. Aku jangan sembrono sebelum memulainya sebab akhir dari sebuah cerita lebih memprihatinkan dibanding awal cerita yang penuh dengan tanda tanya. Aku lebih memilih untuk menghilang dari wajahnya untuk selamanya namun mengapa harapanku ini selalu gagal? Apakah aku telah salah untuk melintasi jalan itu, sehingga bertemu dirinya, apakah aku harus mencari jalan lain, apakah aku harus pulang tengah malam agar tersembunyi dari dirinya, apakah aku harus menutup mata sembari berjalan, apakah aku harus mengagetkan dirinya disaat yang tak diinginkannya? Aku semakin serba salah. Ataukah aku sendiri yang menanam benih cinta ini lalu aku sendiri yang menikmati kehampaannya? Mungkin aku harus menyusun satu demi satu dari semua teki-teki yang berhamburan di lantai gudang cintaku, sehingga terciptalah bentuk yang mungkin menyenangkan perasaanku. Atau mungkin pula, aku harus berdiam diri dan tak lagi mengurai metaforaku. Sulit sekali rasanya, untuk menghentikan jemariku ini sebab naluriku sudah terlanjur merekam dirinya dan rekaman itu susah terhapuskan dari memoriku. Semuanya semakin sulit padahal aku ingin berhasil untuk hal asmaraku sebab asmaraku sangat tabu. Aku tak mau asmaraku bertebaran di tanah yang gersang namun aku tak menolak bila asmaraku ditelantarkan bak anak ayam yang sengaja dipisahkan dari induknya untuk selamanya. Meski aku orang sederhana namun aku tak mau memiliki sesuatu yang gampang sifatnya. Aku hanya ingin menulis dan menulis meski itu membuang waktu namun kosa kata semakin berdesakkan dalam kotak persediaanku.

Saat aku mengayuh sepedaku dengan santai setelah bertempur dengan aktifitas di atap akademisku, aku bertemu wanita itu namun aku terlebih dahulu mendapatkan seekor anak kucing yang malang. Kucing kecil ini berdiri sendirian karena tak ada pemiliknya, anak kucing ini berjuang menapaki hidup sendirian sebab di dekatnya tak ada ibunya. Dia sendiri, sungguh hal ini menyentuh hatiku sebab kucing kecil ini menangis namun entah siapa yang akan mengobati kesedihannya? Aku kemudian berhenti mengayuh sepedaku dan melihat dari dekat. Ternyata hatiku mengeluarkan perasaan memiliki yang berkecamuk sehingga aku dengan secepatnya mencari akal agar dapat memboyong si anak kucing tersebut ke rumahku. Lalu aku mendapatkan kantong plastik, setelah itu aku membungkusnya dan menaruhnya di dalam tas yang aku pikul. Meski di dalam tasku ada lembaran-lembaran kertas yang sangat penting namun aku tahu bahwa anak kucing malang itu pun sama pentingnya. Maka, anak kucing malang itu harus berada bersama-sama dengan bahan pengetahuan akademisku di dalam tasku. Beberapa menit kemudian setelah menghindar dari posisi penemuan anak kucing itu, dengan santai lagi aku mengayuh sepedaku. Tiba-tiba aku kaget dan hampir jatuh oleh kehadiran wanita sederhana yang selalu menghiasi semua sudut syairku. Wanita ini membuatku gugup di atas sepedaku sendiri, kehadirannya yang singkat dengan menggunakan ojek mengakibatkan aku lupa bagaimana caranya mengayuh sepedaku, sehingga aku hampir jatuh. Sepedaku berjalan dengan kecepatan yang semakin melemah sebab aku bingung dengan situasi sehingga kakiku tak bergairah lagi untuk mengayuhnya. Dia tersenyum padaku dan aku berprasangka aneh, seolah-olah situasi ini bagaikan di dalam bunga tidurku, yang biasanya. Namun ternyata ini nyata. Dan memang sedang terjadi dipersimpangan jalan.

Matanya yang sempat melirik dengan penuh harapan untuk meyakinkan apakah betul sang pengayuh sepeda adalah diriku? Mata itu pun beralih dan menatap ke arah bukit tandus setelah dia tahu bahwa itu diriku yang menjengkelkan dan meresahkannya. Dia mengalihkan pandangannya dari diriku dan mengarahkanya ke bukit namun perasaannya tak mau beralih dari “lelaki bodoh yang sedang mengayuh sepedanya”. Tentu saja hatinya mengumpulkan semua pecahan-pecahan tentang diriku lalu menyatukannya dengan gesitnya. Aku tahu bahwa dia sedang bertanya dan berkata-kata dalam hatinya dengan caranya. Aku tak mau tahu soal pemikirannya terhadapku sebab aku hanyalah pengganggu yang selalu acuh dengan larangannya. Semuanya tidak boleh dibenarkan namun hal ini bukanlah kebetulan. Cinta kadang menganggu pikiranku, asmara kadang melupakan jati diriku tapi cinta dan kasih sayang harus aku temukan meski membutuhkan waktu yang panjang. Biarlah waktuku habis oleh penantian ini, agar cintaku tak menjadi cerita palsu yang terlupakan. Asmaraku bukanlah soal perjuangan atau pun soal pengorbanan. Yang terpenting adalah proses untuk meraih sasaran, karena kelak pengalaman akan melebihi keaslianku yang seadanya saat ini. 
Yoka.in my familyroom.Minggu,1 Juli 2012.CCW/ Kalembulu (lelaki terbodoh yang penuh kekurangan)